top of page

COVID Varian Delta: Apa dan Bagaimana Bisa Muncul.

Diperbarui: 1 Agu 2022

Sesuai namanya, virus COVID-19 muncul sejak akhir tahun 2019 lalu dan telah banyak mengubah kebiasaan hidup masyarakat di seluruh dunia. Bagaimana tidak, kehadiran virus ini menimbulkan pandemi yang sudah hampir dua tahun berjalan dan ternyata masih belum juga dapat diatasi dengan baik dan benar. Bahkan, langkah-langkah Social Distancing dan anjuran untuk Stay-at-Home ternyata juga belum mampu menghambat penyebaran virus COVID-19.


Harapan agar pandemi segera berakhir juga sepertinya juga tidak akan segera terwujud. Tahun ini saja, masyarakat Indonesia sudah dihadapkan dengan varian baru COVID-19, yaitu varian Delta. Varian ini merupakan hasil mutasi dari varian-varian sebelumnya dan memiliki karakteristik tersendiri.


Asal Muasal COVID-19 Varian Delta

Sejauh ini, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah mengidentifikasi 11 varian virus COVID-19 yang dinamai berdasarkan alfabet Yunani, yaitu Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon, Zeta, Eta, Theta, Iota, Kappa, dan Lambda. Varian Delta menjadi salah satu yang paling menyita perhatian karena disinyalir menjadi penyebab lonjakan angka pasien yang mengalami perburukan.


Varian ini pertama kali terdeteksi di India dan telah menimbulkan banyak korban. Kini, varian tersebut juga telah dikonfirmasi menyebar di Indonesia. Yang lebih mengkhawatirkan adalah varian ini ternyata masih terus bermutasi dan kini menghasilkan varian yang disebut Delta Plus.


Kepala ilmuwan WHO, DR. Soumya Swaminathan menyebutkan bahwa COVID-19 Delta terdeteksi pertama kali di India. Varian tersebut muncul dari gabungan mutasi yang menyebabkan virus jenis ini menjadi lebih mudah menular. Varian Delta ini diketahui mampu menular dua kali lebih mudah jika dibandingkan dengan virus aslinya. Virus versi ini memungkinkan adanya viral load atau jumlah virus yang lebih tinggi pada pasien. Hal inilah yang membuat virus ini lebih mudah tersebar.


Meskipun terdapat bahaya penyebaran yang lebih cepat, vaksin yang tersedia saat ini dapat membantu. Vaksin COVID-19 yang tengah didistribusikan saat ini masih efektif untuk mencegah gejala yang lebih berat akibat terinfeksi virus corona.


Varian Delta Plus merupakan mutasi lebih lanjut dari COVID-19 varian Delta yang juga ditemukan pada varian Beta dan Gamma. Mutasi ini berpotensi memengaruhi respon antibodi saat melawan virus dan menjadikannya lebih kebal terhadap obat dan vaksin. Kabar baiknya, virus jenis ini masih sangat jarang ditemukan. Meski demikian, para ilmuwan dan tenaga kesehatan tetap harus mengawasi sekaligus mewaspadai perkembangan varian ini agar perkembangannya dapat terus dilacak. Selain itu, penelitian juga terus berlanjut untuk mengungkapkan karakteristik lain virus ini.


Gejala Kasus COVID-19 Varian Delta

Mutasi virus ini memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya lebih berbahaya dari virus aslinya. Bahkan, varian ini dapat menimbulkan perburukan kekebalan tubuh pasien yang berusia lebih tua. Varian delta juga diketahui dapat menginfeksi penyintas COVID-19 kembali dan semakin melemahkan sistem imun pasien.


Dr. Bhakti Hansoti, seorang profesor kedokteran darurat dan kesehatan internasional di Universitas Johns Hopkins menguraikan beberapa gejala lain infeksi virus COVID-19 varian Delta. Berikut ini beberapa diantaranya: kehilangan nafsu makan, mual, muntah, sakit perut, nyeri sendi, dan gangguan pendengaran.


Sementara itu, Profesor Epidemiologi Genetika dari King’s College London, Tim Spector juga mengumumkan beberapa gejala yang paling umum ditemukan pada pasien COVID-19 varian Delta, antara lain: sakit tenggorokan, sakit kepala, demam, dan pilek. Pada anak-nak, gejalanya dapat bermacam-macam dan tidak ada ciri khusus. Umumnya gejala tersebut meliputi: demam, diare, pilek, batuk, ruam kulit.


Beberapa Negara Kembali Lockdown untuk Cegah Penyebaran

COVID-19 Delta kini sudah menyebar ke 92 negara dan merupakan penyebab terjadinya lonjakan kasus di India dan Inggris. Kini, Indonesia beserta beberapa negara lainnya juga sudah mulai melakukan pembatasan pergerakan hingga lockdown lagi untuk mencegah penyebaran lebih lanjut. Berikut ini 6 negara yang sudah kembali melakukan lockdownakibat penyebaran virus COVID-19 varian Delta.


1. Australia

Australia kembali memberlakukan lockdown sejak varian Delta menyebar di negara tersebut. Brisbane menjadi kota terakhir yang menetapkan kebijakan tersebut di Australia sejak 29 Juni lalu. Sebelumnya, negara bagian lain seperti Darwin dan Sydney sudah menerapkan lockdown terlebih dahulu.


2. Bangladesh

Lonjakan kasus Corona di Bangladesh sudah mencapai 20 persen sejak akhir Juni. Bahkan, pada 28 Juni lalu, angka kematian akibat Corona di negara tersebut mencapai 104 kasus dalam sehari. Angka ini merupakan tingkat kematian tertinggi akibat COVID-19 yang terjadi di negara tersebut. Demi mencegah penyebaran lebih lanjut, pihak militer juga ikut diturunkan untuk memperketat lockdown. Warga yang diketahui mengabaikan perintah tersebut akan dijatuhi hukuman.


3. Thailand

Pemberlakuan lockdown parsial juga dilakukan di ibu kota Bangkok sejak terjadi lonjakan kasus akibat klaster konstruksi bangunan. Bahkan sejak Mei lalu, ditemukan 37 klaster virus corona yang dikaitkan dengan kamp pekerja konstruksi. Banyaknya klaster virus ini mendorong pemerintah Thailand untuk memberlakukan pembatasan. Pembatasan tersebut rencananya akan diberlakukan selama 30 hari.


4. Portugal

Kota Lisbon di Portugal juga mengalami lonjakan kasus corona varian Delta hingga lebih dari 70 persen. Lonjakan kasus ini juga membuat pemerintah Portugal memberlakukan pembatasan kembali di Lisbon dan dua wilayah lainnya.


5. Malaysia

Sejak awal Juni, Malaysia sudah melakukan pembatasan ketat dan kini tampaknya akan terus diperpanjang. Angka infeksi di negara tersebut sebenarnya mengalami penurunan hingga menjadi 5000 kasus. Meski demikian, pemerintah negeri Jiran tersebut tetap akan menerapkan pembatasan pergerakan hingga total kasus harian turun di bawah angka 4000.


6. Afrika Selatan

Afrika Selatan juga turut melakukan pembatasan ketat sejak Senin, 28 Juni lalu. Pembatasan ini dilakukan sebagai upaya melawan terjadinya gelombang ketiga pandemi yang mengalami lonjakan tinggi akibat varian Delta. Presiden Cyril Ramaphosa menyebutkan bahwa pembatasan kali ini lebih ketat dari sebelumnya. Semua kegiatan keramaian dilarang dan hanya pemakaman terbatas yang diizinkan untuk dijalankan. Tidak hanya itu saja, masyarakat juga dilarang keluar maupun masuk ke provinsi Gauteng yang memiliki tingkat penularan tertinggi.


Hingga saat ini, kedisiplinan dalam melaksanakan protokol kesehatan masih menjadi langkah kunci untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 termasuk varian Delta. Selain itu, masyarakat harus tetap waspada dan mengurangi kegiatan berkumpul, mulai menggunakan masker ganda, serta segera vaksin. Vaksin mampu mencegah terjadinya penularan, dan jika tertular, pasien yang sudah menerima vaksin cenderung hanya mengalami gejala ringan.

31 tampilan

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page