top of page

Teknologi Kesehatan Bisa Cegah Hipertensi dengan Ber-Selfie-ria

Diperbarui: 1 Agu 2022

Waspada! Tubuhmu sedang diintai pembunuh senyap! Hipertensi lah si pembunuh itu. Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Urgensi atas masalah kesehatan ini memunculkan ungkapan “hipertensi membunuh secara perlahan dan diam-diam” yang memang terkesan dramatis, tetapi sesungguhnya hal ini tidak salah. Hipertensi dapat memicu serangan jantung, stroke, cacat, bahkan kematian tiba-tiba.


Sayangnya, tidak semua orang dengan hipertensi sadar bahwa masalah kesehatan ini akan menguras kesehatannya. Kebanyakan dari kita tidak memedulikan gejala yang muncul sampai dampak hipertensi benar-benar terjadi. Masyarakat dengan aktivitas dan mobilitas tinggi pun sering malas memeriksa tekanan darah karena enggan repot ke rumah sakit atau menggunakan beragam alat kesehatan. Bahkan ketika sudah diperiksa dan ditemukan ada gejala penyakit, kita malah memilih membuat 1001 alasan dengan mengatakan tidak merasakan sakit apapun sehari-hari.



Lalu, pertanyaan besarnya, apakah ada solusi bagi masyarakat era ini agar tak lagi enggan mengontrol kondisi tekanan darahnya? Ada. Kini, sudah ada inovasi teknologi yang mempermudah kita memeriksa tekanan darah hanya dengan melakukan swafoto (selfie) menggunakan smartphone. Pada Agustus 2019 peneliti di bidang neuro-science dari Universitas Toronto, Kang Lee memimpin pengembangan teknologi Transdermal Optical Imaging. Kang Lee menemukan korelasi antara aliran darah di wajah dengan tekanan darah. Oleh karena itu, Kang Lee mengembangkan teknologi menggunakan cahaya yang mampu menembus kulit manusia dan sensor optik pada smartphones.



Ketika terjadi penetrasi cahaya di permukaan kulit wajah -yang memang bersifat tembus cahaya-, maka akan segera teridentifikasi dua jenis protein, melanin dan hemoglobin. Melanin berfungsi memberi warna kepada kulit, sedangkan hemoglobin atau sel darah merah bertugas membawa oksigen ke seluruh tubuh. Cahaya yang terpantul kembali dari hemoglobin dapat dikirim ke software pada smartphones yang memiliki sensor optik untuk menunjukkan bagaimana pola aliran darah di wajah pelaku selfie. Melalui mekanisme ini, smartphones mulai “mempelajari” aliran darah secara terus menerus untuk memprediksi indikator yang sedang dianalisa, seperti tekanan jantung, tingkat stress, dan tekanan darah.


Selama penelitian dan pengembangan Transdermal Optical Imaging, Kang Lee dan timnya melakukan percobaan pada lebih dari 1.300 orang dewasa bertekanan darah normal. Setiap peserta direkam selama 2 menit pada bagian wajah menggunakan iPhone yang sudah dilengkapi dengan Transdermal Optical Imaging. Ketika membandingkan dengan hasil pengukuran tekanan darah peralatan konvensional, ternyata hasil pengukuran Transdermal Optical Imaging memiliki keakuratan 95% sampai 96%.


Teknik konvensional pengukuran tekanan darah memang sangat akurat, tetapi bisa dikatakan teknik ini kurang nyaman bahkan sulit. Kita perlu berinvestasi di peralatan yang jelas tidak murah. Kita juga perlu mempelajari cara mengoperasionalkan peralatan tersebut yang mungkin tidak semua orang mampu memahami data yang diberikan peralatan tersebut.


Meski bisa membantu mencegah hipertensi, tapi teknologi Transdermal Optical Imaging belum bisa digunakan masyarakat umum. Kang Lee dan timnya masih perlu melakukan penelitian lebih dalam dengan peserta yang lebih bervariasi dibandingkan penelitian sebelumnya. Diharapkan teknologi ini dapat digunakan oleh orang dengan beragam warna kulit, gelap juga terang dan orang yang mempunyai tekanan darah rendah maupun tinggi. Teknologi juga harus mampu memberi data yang jelas dan mudah dimengerti. Para pengguna memang mudah melakukan selfie, tetapi belum tentu bisa menerjemahkan data kesehatannya dengan baik. Apalagi tanpa bantuan ahli kesehatan, mungkin saja para pengguna salah menginterpretasikan informasi tersebut.


Tantangan lain yang masih perlu dihadapi Kang lee dan tim terkait kerahasiaan data. Apabila informasi pribadi seseorang bocor dan ditemukan oleh pihak yang memiliki kepentingan tersendiri, seperti perusahaan asuransi, maka privasi pasien menjadi terganggu. Kang Lee meyakinkan bahwa data yang dikumpulkan teknologi ini ke Cloud hanyalah informasi mengenai kesehatan, tanpa ada identitas pribadi orang tersebut, jadi para pengguna tidak perlu khawatir.


Nantinya, saat teknologi Transdermal Optical Imaging sudah siap diluncurkan, diharapkan akan ada cukup banyak dampak positif yang bisa diperoleh masyarakat. Karena kenyataannya, saat ini tidak setiap orang menerima hak kesehatan yang sama. Contohnya Indonesia sendiri, di negara kepulauan terbesar di dunia ini ada beberapa orang yang lebih beruntung untuk mengakses kesehatan. Di ibukota Jakarta, ada banyak penyedia jasa untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Namun, di wilayah terpencil seperti Kalimantan atau Papua, masyarakat masih kesulitan menerima jasa kesehatan yang paling mendasar seperti pengecekan tekanan darah. Inovasi teknologi ini seharusnya bisa dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Dengan demikian, Transdermal Optical Imaging membuat selfie tidak hanya meningkatkan rasa percaya diri, tetapi juga kesehatan diri seseorang.


730 tampilan
bottom of page