Daftar Contoh Tindakan Medis yang Membutuhkan Informed Consent
- nicoamon
- 19 Mar 2024
- 7 menit membaca

Sumber: freepik
Terdapat banyak persiapan yang perlu dilakukan oleh tim medis sebelum melakukan berbagai tindakan kepada setiap pasiennya. Mulai dari tahu tentang riwayat penyakit, sampai mengetahui kondisi kesehatan yang dialami oleh pasien. tim medis atau dokter juga tentunya akan memberikan segala informasi secara detail kepada pasien atau keluarga yang bertanggung jawab akan suatu Tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan.
Salah satunya adalah informed consent. Informed consent akan selalu diberikan oleh tim medis atau dokter yang nantinya akan melakukan pengobatan. Hal ini menjadi sangat penting untuk dilakukan, karena pasien maupun keluarga berhak untuk mengetahui manfaat serta resiko yang akan terjadi jika ada tindakan medis yang akan dilakukan. Lantas, apa saja contoh tindakan medis yang membutuhkan informed consent? Yuk, Simak ulasannya berikut ini.
Informed Consent Dalam SIMRS
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk mengelola data dan informasi rumah sakit, salah satu yang menjadi aspek penting dalam pengelolaan data pasien pada SIMRS adalah informed consent.
Informed consent adalah prinsip pada etika medis yang sangat penting karena melibatkan hak asasi manusia, khususnya hak untuk bisa mengetahui informasi yang mempengaruhi Kesehatan dan Keputusan medis seseorang.
Dalam SIMRS, proses informed consent harus didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi ini tentunya penting sebagai bukti bahwa pasien maupun wali pasien sudah memberikan persetujuan secara sukarela setelah mereka memahami informasi yang diberikan.
Dalam beberapa kasus, proses informed consent dalam SIMRS bisa menjadi hal yang kompleks. Misalnya, pada saat pasien tidak mampu memberikan persetujuan, karena kondisi medis yang mempengaruhi kemampuan berpikir atau berkomunikasi mereka. Maka dalam hal ini, SIMRS dapat mencatat informasi tentang siapa yang memberikan persetujuan atas nama pasien, misalnya wali pasien atau keluarga dekat.
Informed consent pada SIMRS DHealth juga dapat memberikan pemberitahuan tentang pasien yang sudah diberikan informasi ataupun pasien yang sudah melakukan tanda tangan pada informed consent. Dengan begitu, rumah sakit dapat saling terkait dan terintegrasi secara maksimal. Tidak hanya dalam hal pemberitahuan atau notifikasi tentang informed consent saja, tetapi juga dalam hal menyimpan berkas informed consent.
Melalui hal tersebut, DHealth menawarkan benefit yang holistic kepada setiap layanan kesehatan, mulai dari peningkatan dalam pelayanan pasien, sampai produktivitas dalam pekerjaan di dalam pelayanan kesehatan.
Contoh Tindakan Medis yang Membutuhkan Informed Consent

Sumber: freepik
Informed consent biasanya diberikan sebelum melakukan tindakan medis. Berikut beberapa contoh tindakan medis yang membutuhkan informed consent dari pasien:
Pemeriksaan Diagnostik
Prosedur diagnostic seperti pemindaian MRI, CT scan, X-ray, tes darah, dan tes urin merupakan salah satu contoh tindakan medis yang membutuhkan informed consent. Meskipun prosedur ini biasanya tidak invasive, pasien masih mempunyai hak untuk mengetahui informasi tentang tujuan, risiko, dan manfaat dari pemeriksaan tersebut sebelum dilakukan tindakan.
Prosedur Terapeutik
Beberapa tindakan terapeutik seperti transfusi darah, pemberian obat-obatan tertentu, atau terapi fisik juga memerlukan informed consent. Pasien harus memberikan informasi yang cukup mengenai tujuan efek samping, dan alternatif dari tindakan tersebut sehingga mereka bisa membuat Keputusan yang terinformasi.
Prosedur Bedah
Pembedahan, baik itu operasi skala besar atau kecil, memerlukan informed consent yang sangat rinci. Pasien harus diberikan mengenai penjelasan yang berkaitan dengan alasan dilakukannya operasi, prosedur yang akan dilakukan,risiko yang terkait, proses pemulihan, dan alternatif perawatan yang lainnya.
Informed consent untuk prosedur bedah ini juga mencakup tentang persetujuan untuk penggunaan anestesi dan kemungkinan komplikasi yang berkaitan dengan hal tersebut.
Perawatan Medis Mendesak
Dalam situasi darurat medis, di mana si pasien tidak dapat diberikan persetujuan sendiri, misalnya jika pasien tidak sadar atau tidak dapat berkomunikasi, maka dokter dapat melakukan tindakan medis mendesak tanpa informed consent.
Namun, dalam situasi tersebut, tim medis atau dokter harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip etika medis dan hukum yang berlaku.
Prosedur Eksperimental atau Inovatif
Apabila pasien akan menjalani prosedur eksperimental atau inovatif, misalnya dalam kaitannya dengan penelitian klinis atau penggunaan teknologi baru, informed consent menjadi hal yang sangat penting.
Pasien harus mendapatkan informasi secara jelas tentang status eksperimental dari prosedur yang akan dilakukan itu, potensi risiko serta manfaat, dan hak mereka untuk menarik persetujuan kapanpun selama proses berlangsung.
Perawatan End-of-life
Pada saat kondisi pasien membutuhkan perawatan end-of-life, seperti penghentian perawatan hidup atau perawatan paliatif, informed consent dari pasien atau wali pasien tetap diperlukan.
Setiap tim medis atau dokter harus memberikan penjelasan secara jelas mengenai tujuan dari perawatan, konsekuensi dan keputusan tersebut, dan alternatif perawatan yang tersedia.
Prosedur Psikiatri
Tindakan medis dalam bidang psikiatri seperti elektrokonvulsi (ECT) atau terapi psikoterapi juga memerlukan informed consent. Di mana, pasien perlu diberikan segala informasi tentang prosedur tersebut, risiko, dan manfaatnya, serta berbagai alternatif perawatan yang tersedia.
Tim medis atau dokter juga akan menjelaskan beberapa hal yang berkaitan, seperti:
Diagnosis terhadap penyakit yang pasien alami.
Jenis dan tujuan dari pengobatan yang akan dilakukan.
Manfaat, risiko, dan alternatif pengobatan lainnya.
Manfaat dan risiko dari pengobatan lainnya.
Apabila pasien sudah menyetujuinya, maka pasien berarti sudah mendapatkan semua informasi yang berkaitan dengan penyakit, manfaat, dan juga risiko yang dapat terjadi akibat adanya pengobatan tersebut. Apabila menggunakan SIMRS DHealth, maka nantinya akan muncul pemberitahuan jika pasien telah diberitahu mengenai informed consent. Maka, nantinya tim medis bisa melanjutkan tindakan yang selanjutnya.
Setelah pasien menyetujuinya, maka pasien akan diminta untuk melakukan beberapa prosedur selanjutnya, seperti menandatangani formulir, sehingga proses pengobatan dapat dilakukan.
Akan tetapi, jika menghadapi situasi yang darurat, maka informed consent dapat diberikan setelah tindakan medis dilakukan, misalnya saja pada kasus emergensi yang ada di IGD rumah sakit. Hal ini berfungsi untuk mencegah terjadinya keterlambatan dalam hal penanganan pasien yang bisa membahayakan nyawa seseorang.
Selain untuk tujuan diagnosis atau pengobatan, informed consent juga diminta pada saat pasien sedang mengikuti penelitian klinis tentang efektivitas suatu obat-obatan atau vaksin.
Syarat Pemberian Informed Consent

Sumber: freepik
Setelah mengetahui contoh tindakan medis yang membutuhkan informed consent, selanjutnya kita juga perlu mengetahui tentang syarat dalam pemberian informed consent. Informed consent biasanya diberikan kepada pasien yang sudah dewasa secara hukum, yaitu telah berusia 21 tahun atau telah/pernah menikah. Sehingga, pasien telah memahami penjelasan dari tim medis atau dokter dengan baik secara sadar, dan mempunyai kondisi jiwa yang sehat.
Jika dianggap tidak bisa memutuskan untuk memutuskan informed consent, maka pasien dapat diwakili. Nah, berikut ini adalah beberapa kondisi yang memungkinkan untuk informed consent diwakilkan:
Pasien di bawah umur
Pada kondisi pasien yang belum cukup umur, termasuk bayi dan juga anak-anak atau remaja yang berusia di bawah usia 21 tahun, maka persetujuan informed consent bisa diwakilkan oleh orang tua atau walinya.
Kondisi yang tidak memungkinkan
Pada saat kondisi pasien yang sedang mengalami penurunan kesadaran, seperti pingsan atau koma, sehingga pasien tidak memungkinkan untuk bisa menerima penjelasan atau memberikan petunjuk persetujuan. Sehingga, informed consent dapat diwakilkan oleh keluarga atau walinya.
Hal ini tentunya juga berlaku kepada pasien yang mengalami fungsi kognitif, seperti pada penderita Alzheimer, pikun, atau gangguan mental.
Pasien menginginkan orang lain membantu dalam mempertimbangkan
Pasien juga dapat meminta bantuan kepada orang lain untuk memutuskan pengobatan atau tindakan apa saja yang nantinya disetujui untuk dilakukan.
Pasien yang memberikan kuasa kepada wakil
Beberapa pasien mungkin sudah memberikan kuasa kepada seseorang untuk bertindak sebagai wakilnya mereka dalam mengambil keputusan medis. Hal ini sering terjadi melalui dokumen seperti surat kuasa medis atau surat wasiat medis yang secara sah memberikan otoritas kepada wakil untuk membuat keputusan medis atas nama pasien.
Dalam setiap kasus yang disebutkan di atas, wakil yang dipercaya untuk mewakilkan pasien untuk memberikan informed consent juga harus membuat keputusan yang didasarkan pada kepentingan terbaik dari pasien. mereka yang mewakili harus diberikan juga berbagai informasi yang jelas tentang Tindakan medis yang akan dilakukan. Termasuk juga dalam hal manfaat, risiko, serta alternatif dalam perawatan medis tersebut.
Informed Consent Dalam Aspek Hukum dan Etika
Dalam aspek etika, informed consent memiliki kaitan yang erat dengan prinsip etika biomedis pada bidang kedokteran. Terdapat 4 prinsip etika biomedis, yaitu berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non maleficence), menghargai otonomi pasien (autonomy), dan adil (justice).
Informed consent merupakan salah satu prosedur yang sesuai dengan prinsip etika biomedis, yaitu autonomi. Artinya, seseorang mempunyai hak dan kebebasan dalam bertindak dan mengabil Keputusan medis untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, seseorang juga harus kompeten dalam memilih suatu Tindakan dan mengambil keputusan mengenai dirinya sendiri supaya dapat dikatakan sebagai otonomi individu.
Kode etik kedokteran sendiri memuat beberapa aspek yang berkaitan dengan adanya prinsip otonomi dan informed consent. Pada pasal 5 Kode Etik Indonesia, tercantum bahwa “setiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.”
Maka dari itu, setiap tim medis atau dokter wajib untuk memberikan informasi secara lengkap dan juga benar tentang rencana dari setiap tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan kepada pasien, dengan segala hal risiko dan juga efek samping yang nantinya bisa saja terjadi. Selain itu setiap tim medis ataupun dokter juga harus menghormati setiap keputusan pasien yang menolak pengobatan atau tindakan setelah informasi diberikan.
Dalam aspek hukum informed consent sendiri memang sudah diatur di dalam Undang-Undang no.29 tahun 2004, mengenai praktik kedokteran, yang menyatakan bahwa “setiap Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.”
Selain itu, telah dijelaskan pula di dalam Undang-Undang bahwa sebelum pasien tersebut memberikan persetujuan, penjelasan lengkap dan detailnya perlu diberikan kepada pasien tentang diagnosis, prosedur, tujuan, tindakan, risiko, dan komplikasi tindakan, serta prognosis penyakit dengan/tanpa Tindakan. Hal ini terdapat pada UU No.29 tahun 2004 dan Permenkes No.290 tahun 2008, juga menjelaskan tentang tata cara dan pengaturan informed consent.
Kesimpulan
Itulah contoh tindakan medis yang membutuhkan informed consent. Penting untuk dicatat, bahwa proses informed bukan hanya sekedar memberikan tanda tangan pada lembar formulir persetujuan saja. Ini tentunya melibatkan dialog yang terbuka antara dokter dan pasien atau wali pasien. di mana pasien mempunyai kesempatan untuk memahami, bertanya, dan mengungkapkan kekhawatiran atau preferensi mereka.
Dalam hal ini, dokter harus bersikap jujur dan transparan dalam menyampaikan segala informasi dan menghormati setiap Keputusan yang diambil oleh pasien atau wali pasien.
Dalam pengelolaan data pasien pada SIMRS, dokumentasi informed consent juga menjadi hal yang sangat penting. Setiap persetujuan yang diberikan oleh pasien atau wali pasien harus didokumentasikan dengan sebaik mungkin dalam Rekam Medis Elektronik (RME). Termasuk di dalamnya detail tentang informasi yang disampaikan, tanggal persetujuan, dan tanda tangan pasien atau wali pasien jika memungkinkan.
Hal ini tidak hanya untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan hukum dan etika medis saja, tetapi juga memberikan sebuah jaminan, bahwa setiap pasien sudah diberikan kesempatan untuk bisa memahami dan memberikan suatu persetujuan atas perawatan yang akan mereka terima.
Penulis: Nurul Ismi Humairoh